Khamis, 3 Disember 2015

Utility Computing

Infrastruktur cloud computing menggunakan teknologi virtualisasi yang dibangun berbasis server cluster dan memiliki relasi dengan grid computing dan utility computing yang digunakan untuk berkompetisi dengan dedicated server dan collocation.

            Utility computing adalah suatu model bisnis penyediaan aplikasi sumber daya infrastruktur IT kuhususnya berkaitan dengan ‘price model”. Utility computing sering menggunakan infrastuktur cloud computing tetapi tidak harus

Sayangnya, produk semacam ini masih sulit ditawarkan. Pasalnya, sebagian besar pengguna kini mengerjakan tugas-tugas komputasinya dengan cara hybrid, yaitu outsourcing sekaligus utility computing. Alasannya? Mungkin CIO-nya khawatir akan kehilangan kendali atas sistem TI perusahaanya, karena alih-alih memiliki sistemnya, ia menyewa atau meminjam resources dari pihak lain. Orang lain mungkin akan mengkhawatirkan risiko security yang akan dihadapi ketika memindahkan data-data penting ke mesin orang lain. Selain itu, pembayaran dengan cara charge-by-use sedikit banyak juga menyulitkan bagi si pengguna.

IBM, salah satu vendor utama utility computing pernah mengatakan bahwa mereka menginvestasikan sekitar 10 milyar dolar untuk inisiatif seperti ini. Katanya, ini pun sebagian besar untuk “mengedukasi” para manajer di seluruh jagad TI mengenai betapa menjanjikannya sistem ini. Namun pertanyaannya, apakah utility computing ini bakal menjadi senjata pamungkas untuk mengatasi masalah komputasi yang dihadapi sekarang? Bisa jadi, ya.

Boleh dibilang utility computing sama halnya dengan kita menggunakan listrik dari PLN misalnya. Berapa KWh listrik yang dipakai, itulah yang kita bayar. Utility computing juga seperti itu, berapa besar computing power yang kita gunakan, itulah yang kita bayar.

Dewasa ini, para pemain besar sudah ramai-ramai menawarkan utility computing ini. Misalnya IBM dengan On-Demand Computing-nya atau turunannya, seperti eBusiness on Demand. Belum lagi para pemain besar yang menawarkan produk sejenis, namun dengan istilah berbeda. Jadi, jangan kaget bilamana sekarang ini akan lebih sering mendengar jargon-jargon yang terkait dengan utility computing.


Nah, supaya tidak bingung, dan mengerti apa yang Anda sesungguhnya butuhkan, Anda sebaiknya berpatokan pada tiga hal yang dijanjikan utility computing (yang mudah-mudahan bisa terwujud):

• Menyederhanakan IT dengan mengurangi kompleksitas
• Mengubah IT dari fixed cost menjadi variable cost
• Memangkas biang dari segala cost, yaitu operating expenses

Mengapa ada utility computing?

Bagi IT enterprise sekarang ini, overcapacity boleh dibilang menjadi sesuatu yang menakutkan. Tidak heran, karena sekarang ini memang jamannya efisiensi, optimalisasi infrastruktur TI, tetapi dengan spending yang sekecil mungkin. Bahkan, lama kelamaan efisiensi ini memiliki arti selektif, alihdayakan beberapa aspek dari beban kerja sistem TI perusahaan guna pengelolaan resource secara lebih baik, memenuhi kebutuhan bisnis baru secara lebih terjangkau, serta “memeras” kinerja dan IT output setinggi mungkin untuk memberikan business value lebih banyak.

Kalangan perusahaan pun sepertinya sependapat, bahwa asset-based IT tidak lagi merupakan pilihan realistis untuk bisnis masa kini. Berbagai perusahaan akan terus mencari cara untuk mengurangi IT risk dan cost yang terkait dengan kapasitas TI yang berlebihan. Selain itu, perusahaan masa kini juga menginginkan bisa mengubah skala infrastruktur TI-nya secara cepat, apakah itu memperbesar atau memperkecil. Singkatnya, TI lebih dilihat sebagai suatu layanan dan akses, bukan lagi sekedar hard assets.

Di sisi lain, vendor-vendor TI besar dan para analis industri mendukung model TI baru ini. Mereka melihat hal ini sebagai peluang untuk meningkatkan produktivitas dan cost-efficiency dalam TI, tak tergantung jenis dan ukuran perusahaan. Mereka juga mendefinisikan model TI baru ini dengan bahasa sederhana, yaitu menyediakan computing resources sebagaimana perusahaan listrik menyediakan listrik bagi pelanggannya.

Dari sisi vendor, menerapkan model TI baru ini berarti menerapkan lingkungan infrastruktur TI yang dapat berbagi di hosting center mereka. Ini meliputi aplikasi-aplikasi perangkat lunak, yang penggunaannya akan tercatat untuk kepentingan billing-nya. Kesannya memang mirip model ASP (application service provider), tetapi para vendor besar berdalih bahwa utility computing lebih luas dari itu.

Misalnya, perusahaan dapat memesan server atau kapasitas storage untuk mengantisipasi lonjakan demand. Namun, argonya baru jalan setelah extra resources ini diaktifkan. Dus, si customer bisa menikmati berbagai jenis shared infrastructure, mulai dari storage, database sampai Web server. Jadi, bukan sekedar alihdaya aplikasi tertentu saja.

Siapa saja pemainnya?

IBM, HP dan Sun boleh dibilang kini terdepan dalam inisiatif utility computing ini. Hanya saja, mereka menyebut utility computing ini dengan istilahnya masing-masing. IBM, misalnya, menawarkannya dengan istilah On-Demand Computing. Kemudian HP menyebutnya sebagai Utility Data Center (UDC), dan Sun cukup menamakannya dengan sebutan singkat, N1.

Secara prinsip, yang ditawarkan para pemain besar ini sama saja. Inisiatif N1 dari Sun misalnya adalah menjadikan server, storage dan network bisa saling bekerjasama dengan baik membentuk semacam data center virtual. Maksudnya, menghimpun berbagai server dan storage systems yang tersebar menjadi satu super-server tunggal. Begitu juga halnya dengan inisiatif utility computing yang dikembangkan IBM atau HP. Bahkan, IBM mengembangkan inisiatif lain untuk mendukung penerapan utility computing ini, yaitu Autonomic Computing, yang memungkinkan server raksasa mendiagnosa dan memperbaiki dirinya sendiri. Inisiatif ini juga ditawarkan HP, namun dengan istilah yang berbeda, yaitu Adaptive Infrastructure.

Masa depan utility computing

Banyak pakar mengatakan bahwa “gerakan utility computing” ini selaras dengan konsep grid computing dan Web services, yang kini juga tengah digembar-gemborkan. Dengan grid computing, storage, database dan aplikasi tersedia bagi customer untuk diakses secara on-demand melalui berbagai jejaring yang membentuk satu sistem komputer virtual yang besar.

Bagaimana dengan peran Web services di sini? Web services, sebagaimana dijanjikannya, akan memungkinkan perusahaan menginterkoneksikan sistem-sistem piranti lunaknya dengan lebih cepat dan murah, melalui metoda-metoda otomasi berbasis XML (eXtensible Markup Language). Tujuannya, supaya perusahaan bisa memanfaatkan computing resources yang sudah ada dengan lebih baik, dan mencapai tingkat produktivitas lebih tinggi dengan mengotomasikan proses-proses dengan partner maupun customer-ya.

Memang, menurut para analis, untuk mencapai tingkat kolaborasi semacam ini masih lama. Tapi jangan salah, berbagai inisiatif utility computing ini mulai gencar diperkenalkan oleh para vendornya. IBM, misalnya, cukup aktif memperkenalkan inisiatif ini di negara-negara Asia Tenggara. Di Thailand misalnya, IBM menawarkan eBusiness on demand ke pemerintah negara gajah putih itu untuk mendorong penerapan e-government. Dengan inisiatif tersebut, departemen pemerintahan bisa terintegrasi secara end-to-end, begitu pula dengan para rekanan, supplier dan, tentunya, masyarakat umum. Dengan cara ini, sektor-sektor publik dapat merespon dengan cepat dan lincah untuk memenuhi tuntutan layanan dari masyarakat.


Nah, utility computing sudah hadir di hadapan Anda. Apakah Anda akan menjadi penonton dulu, melihat-lihat dulu seperti apa dampaknya pada perusahaan lain, atau terjun langsung dalam bahtera utility computing? Kebutuhan perusahaan Anda jualah yang akan menjawabnya.